Sanksi yang diterima Atlet Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 akibat terbukti mengkonsumsi doping, menjadi warning serius bagi seluruh Atlet yang akan berlaga pada PON 2024 (awal September 2024). Pasalnya, pada PON 2021 lalu, 3 orang peraih medali Emas, 1 Perak dan 1 Perunggu, dicabut kemenangannya, diminta mengembalikan seluruh hadiah yang diterima beserta bonusnya, dan mendapat skorsing bahkan hingga 4 tahun. Hal tersebut disampaikan oleh Dr.rer.nat. apt. Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc. dalam acara Round Tabel Discussion (RTD). Acara yang diselenggarakan oleh RS Siloam Yogyakarta, pada tanggal 22 Agustus 2024 ini dibuka oleh Direktur Rumah Sakit Siloam, beserta Ketua Umum Nasional Anti-Doping Organization (IADO) Gatot S. Dewa Broto.
Dalam acara tersebut, sosialisasi program anti-doping dengan judul “Raih Prestasi PON Tanpa Doping” dimulai dengan pemaparan materi mengenai resiko cedera dan cara mencegahnya bagi para atlet dan pelatih, oleh Dr. dr. Meiky Fredianto Sp.OT(K), AIFO-K, FCIS. Terlebih karena waktu perlombaan yang sudah makin dekat, penanganan Atlet cidera menjadi fokus utama tim medis pada saat ini. “Ada beberapa jenis obat yang mungkin termasuk doping namun sangat diperlukan untuk terapi pengobatan”, ujarnya. Obat-obatan semacam ini wajib dimintakan izin penggunaannya melalui Therapeutic Use Exemption (TUE) atau semacam izin khusus penggunaan obat akibat kondisi medis tertentu.
Akan tetapi, mengingat sulitnya mengetahui apakah suatu sediaan obat mengandung zat doping atau tidak, maka Arko mensosialisasikan aplikasi skrining doping yang telah ia buat bersama tim, agar dapat digunakan bagi Tim Medis yang akan mendampingi Atlet PON 2024. “Melalui applikasi ini, tim medis dengan mudah dapat mengetahui apakah sediaan obat yang akan / telah diberikan kepada Atlet masuk katergori list doping atau tidak”, ucapnya.
Harapannya, jika obat tersebut mengandung zat doping namun benar-benar dibutuhkan oleh Atlet karena kondisi medis yang dialami, maka pengajuan izin khusus penggunaan (TUE) dapat diajukan kepada National Anti-Doping Organization atau yang kita kenal sebagai IADO”, ujar Arko. Kondisi-kondisi medis khusus yang dimaksud antara lain pengobatan akibat cidera serius, Atlet dengan riwayat Asma kambuhan, atlet dengan penyakit jantung, ataupun karena ada riwayat medis lain yang memaksa Atlet harus mengonsumsi obat tersebut.
Dengan adanya sosialisasi terkait Therapeutic Use Exemptions (TUE) semacam ini, diharapkan dapat membantu kontingen DIY mempersiapkan atletnya dalam kompetisi nasional PON 2024 di Medan dan Aceh dengan lebih baik. “Pendataan Atlet dan konsultasi jenis-jenis obat yang digunakan para Atlet dalam masa cidera, bisa dilakukan mulai dari sekarang, agar dapat termonitor dengan lebih baik”, ujarnya. Selain dari Ketua Umum IADO, acara ini juga mendapat apresiasi luar biasa dari para Atlet dan Pelatih DIY yang akan berlaga di PON 2024 nanti. Kegiatan edukasi ini sejalan dengan komitmen UGM untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Penulis: Santi Andriyani